Monday, January 21, 2013

Sekaten


Sejak jauh hari Nadjwa merengek ngajak ke Sekaten.
‘mau ngapain sih deq…?’ akhirnya saya memaksa badan saya untuk menuruti keinginan Nadjwa walapun lemas masih menggayut. 3 hari tepar karena vertigo kambuh.
‘naik kora-kora sama beli arum manis…’ jawab Nadjwa dengan logatnya yang unyu.
‘kalau naik kora-kora boleh, tp arum manis gak boleh karena adeq lagi batuk…’ Saya melarang keras keinginan Nadjwa makan panganan manis yang terbuat dari gula yang dipanaskan dan diolah menggunakan mesin sedemikian rupa sehingga menghasilkan bentuk gumpalan-gumpalan seperti kapas. Diluar negeri sono terkenal dengan sebutan cotton candy.
Nadjwa meringis.
‘Kalau beli mainan boleh..?’
Nah lo…
Merembet.


Jalan-jalan ke Sekaten adalah salah satu alternatif  hiburan yang masih agak murah. Pasar malam yang diadakan rutin tiap tahun bersamaan dengan datangnya peringatan kelahiran Nabi Muhammad ini mulai tertata rapi penyelenggaraannya.
Itu kesan awal ketika akhirnya rombongan touchdown Alun-alun utara Jogjakarta. Hmmm kendaraan bisa langsung parkir dialun-alun dan tak perlu jalan jauh menuju arena Sekaten. Rapi dan tidak menimbulkan kemacetan dan agak tidak semrawut.

kora kora
Sekaten atau yang lebih dikenal dengan istilah Pasar Malam Perayaan Sekaten berasal dari kata “syahadatain” yang berarti dua kalimat syahadat. Mengawali upacara sekaten diadakan pasar malah hiburan rakyat selama sebulan. Alun-alun utara nan luas itu diisi oleh banyaknya pedagang dari pakaian, makanan, asesories, alat rumah tangga, dll. Selain pedagang aneka permainan anak-anak dan dewasa juga ada, salah satunya Kora-kora yang sangat diminati Nadjwa. Wahana berbentuk kapal layar yang digerakkan mesin ganset yang berayun kiri kanan dari kecepatan lambat hingga tinggi. Tak hayal jeritan-jeritan selalu terdengar acap kora-kora berayun.

Hari ini tinggal hitungan jari pasar malam sekaten berakhir ditandai dengan peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW pada tanggal 24 Februari nanti.
Gamelan Sekaten  sudah dipindahkan ke halaman Masjid Agung Yogyakarta . Kanjeng Kyai Guntur Madu ditempatkan di pagongan sebelah selatan gapuran halaman Masjid Agung dan Kanjeng Kyai Nogowilogo di pagongan sebelah utara. Di halaman masjid tersebut, gamelan Sekaten dibunyikan terus menerus siang dan malam selama enam hari berturut-turut, kecuali pada malam Jumat hingga selesai sholat Jumat siang harinya.
Seperti yang tengah saya dengar sekarang ini, badha luhur sambil menikmati nasi gurih dan iringan suara gamelan yang mengalun pelan tapi sarat kekuatan. Sahdu dan menentramkan.
Selain menikmati nasi gurih, hal yang tak boleh luput dilakukan adalah membeli endog abang.

 Endog Abang adalah salah satu jajanan yang banyak terdapat di Pasar Malam Sekaten dan selalu ada dari tahun ke tahun. Endog Abang(telur merah) yang dijajakan oleh perempuan-perempuan paruh baya ini adalah telur ayam biasa yang sudah direbus dan kulitnya dicat warna merah. Telur merah ini kemudian di tusuk dengan sehelai ruas bambu dan dihias agar terlihat cantik.

Endog Abang melambangkan tiga hal. Pertama endog atau telur melambangkan kelahiran dan abang atau merah bermakna kesejahteraan. Sedangkan helai ruas bambu panjang  adalah hubungan vertikal dengan Sang Pencipta. Sehingga secara kesatuan Endog Abang dapat dimaknai sebagai simbol kelahiran kembali untuk masa depan yang lebih baik, lebih sejahtera dengan tetap berpedoman kepada garis yang ditentukan oleh Allah.

Sekaten yang sarat makna.

Sejarah bahkan mencatat asal usul istilah Sekaten berkembang dalam beberapa versi. Ada yang berpendapat bahwa Sekaten berasal dari kata Sekati, yaitu nama dari dua perangkat pusaka Kraton berupa gamelan yang disebut Kanjeng Kyai Sekati yang ditabuh dalam rangkaian acara peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW. Pendapat lain mengatakan bahwa Sekaten berasal dari kata suka dan ati (suka hati, senang hati) karena orang-orang menyambut hari Maulud tersebut dengan perasaan syukur dan bahagia dalam perayaan pasar malam di Alun-alun Utara.

Pendapat lain mengatakan bahwa kata Sekaten berasal dari kata syahadataini, dua kalimat dalam Syahadat Islam, yaitu syahadat taukhid (Asyhadu alla ila-ha-ilallah) yang berarti "saya bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah" dan syahadat rasul (Waasyhadu anna Muhammadarrosululloh) yang berarti "saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad utusan Allah".

Upacara Sekaten dianggap sebagai perpaduan antara kegiatan dakwah Islam dan seni. Pada awal mula penyebaran agama Islam di Jawa, salah seorang Wali Songo, yaitu Sunan Kalijaga, mempergunakan kesenian karawitan (gamelan Jawa) untuk memikat masyarakat luas agar datang untuk menikmati pergelaran karawitan-nya dengan menggunakan dua perangkat gamelan Kanjeng Kyai Sekati. Di sela-sela pergelaran, dilakukan khotbah dan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Bagi mereka yang bertekad untuk memeluk agama Islam, diwajibkan mengucapkan kalimat Syahadat, sebagai pernyataan taat kepada ajaran agama Islam.

Di kalangan masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya, muncul keyakinan bahwa dengan ikut merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang bersangkutan akan mendapat pahala dari Yang Maha Agung, dan dianugerahi awet muda. Sebagai syarat, mereka harus menguyah sirih di halaman Masjid Agung Yogyakarta, terutama pada hari pertama dimulainya perayaan Sekaten. Oleh karena itu, selama perayaan, banyak orang berjualan sirih dengan ramuannya, nasi gurih beserta lauk-pauknya di halaman Kemandungan, di Alun-alun Utara atau di depan Masjid Agung Yogyakarta. Bagi para petani, dalam kesempatan ini memohon pula agar panenannya yang akan datang berhasil. Untuk memperkuat tekadnya ini, mereka membeli cambuk untuk dibawa pulang.

Sebelum upacara Sekaten dilaksanakan, diadakan dua macam persiapan, yaitu persiapan fisik dan spiritual. Persiapan fisik berupa peralatan dan perlengkapan upacara Sekaten, yaitu Gamelan Sekaten, Gendhing Sekaten, sejumlah uang logam, sejumlah bunga kanthil, busana seragam Sekaten, samir untuk niyaga, dan perlengkapan lainnya, serta naskah riwayat maulud Nabi Muhammad SAW.

Gamelan Sekaten adalah benda pusaka Kraton yang disebut Kanjeng Kyai Sekati dalam dua rancak, yaitu Kanjeng Kyai Nogowilogo dan Kanjeng Kyai Guntur Madu. Gamelan Sekaten tersebut dibuat oleh Sunan Giri yang ahli dalam kesenian karawitan dan disebut-sebut sebagai gamelan dengan laras pelog yang pertama kali dibuat. Alat pemukulnya dibuat dari tanduk lembu atau tanduk kerbau dan untuk dapat menghasilkan bunyi pukulan yang nyaring dan bening, alat pemukul harus diangkat setinggi dahi sebelum dipuk pada masing-masing gamelan.

Sedangkan Gendhing Sekaten adalah serangkaian lagu gendhing yang digunakan, yaitu Rambu pathet lima, Rangkung pathet lima, Lunggadhung pelog pathet lima, Atur-atur pathet nem, Andong-andong pathet lima, Rendheng pathet lima, Jaumi pathet lima, Gliyung pathet nem, Salatun pathet nem, Dhindhang Sabinah pathet em, Muru putih, Orang-aring pathet nem, Ngajatun pathet nem, Batem Tur pathet nem, Supiatun pathet barang, dan Srundeng gosong pelog pathet barang.

Untuk persiapan spiritual, dilakukan beberapa waktu menjelang Sekaten. Para abdi dalem Kraton Yogyakarta yang nantinya terlibat di dalam penyelenggaraan upacara mempersiapkan mental dan batin untuk mengembang tugas sakral tersebut. Terlebih para abdi dalem yang bertugas memukul gamelan Sekaten, mereka mensucikan diri dengan berpuasa dan siram jamas.

Sekaten dimulai pada tanggal 6 Maulud (Rabiulawal) saat sore hari dengan mengeluarkan gamelan Kanjeng Kyai Sekati dari tempat persemayamannya, Kanjeng Kyai Nogowilogo ditempatkan di Bangsal Trajumas dan Kanjeng Kyai Guntur Madu di Bangsal Srimanganti. Dua pasukan abdi dalem prajurit bertugas menjaga gamelan pusaka tersebut, yaitu prajurit Mantrijero dan prajurit Ketanggung. Di halaman Kemandungan atau Keben, banyak orang berjualan kinang dan nasi wuduk.

Lepas waktu sholat Isya, para abdi dalem yang bertugas di bangsal, memberikan laporan kepada Sri Sultan bahwa upacara siap dimulai. Setelah ada perintah dari Sri Sultan melalui abdi dalem yang diutus, maka dimulailah upacara Sekaten dengan membunyikan gamelan Kanjeng Kyai Sekati.

Yang pertama dibunyikan adalah Kanjeng Kyai Guntur Madu dengan gendhing racikan pathet gangsal, dhawah gendhing Rambu. Menyusul kemudian dibunyikan gamelan Kanjeng Kyai Nogowilogo dengan gendhing racikan pathet gangsal, dhawah gendhing Rambu. Demikianlah dibunyikan secara bergantian antara Kanjeng Kyai Guntur Madu dan Kanjeng Kyai Nogowilogo. Di tengah gendhing, Sri Sultan datang mendekat dan gendhing dibuat lembut sampai Sri Sultan meninggalkan kedua bangsal. Sebelumnya Sri Sultan (atau wakil Sri Sultan) menaburkan udhik-udhik di depan gerbang Danapertapa, bangsal Srimanganti, dan bangsal Trajumas.

Tepat pada pukul 24.00 WIB, gamelan Sekaten dipindahkan ke halaman Masjid Agung Yogyakarta dengan dikawal kedua pasukan abdi dalem prajurit Mantrijero dan Ketanggung. Kanjeng Kyai Guntur Madu ditempatkan di pagongan sebelah selatan gapuran halaman Masjid Agung dan Kanjeng Kyai Nogowilogo di pagongan sebelah utara. Di halaman masjid tersebut, gamelan Sekaten dibunyikan terus menerus siang dan malam selama enam hari berturut-turut, kecuali pada malam Jumat hingga selesai sholat Jumat siang harinya.

Pada tanggal 11 Maulud (Rabiulawal), mulai pukul 20.00 WIB, Sri Sultan datang ke Masjid Agung untuk menghadiri upacara Maulud Nabi Muhammad SAW yang berupa pembacaan naskah riwayat maulud Nabi yang dibacakan oleh Kyai Pengulu. Upacara tersebut selesai pada pukul 24.00 WIB, dan setelah semua selesai, perangkat gamelan Sekaten diboyong kembali dari halaman Masjid Agung menuju ke Kraton. Pemindahan ini merupakan tanda bahwa upacara Sekaten telah berakhir.

Mumpung masih beberapa hari, menjadi pengalaman berharga ketika anak-anak seusia Gallo dan Nadjwa bisa menikmati warisan leluhurnya, mendengar alunan gending jawa sambil menikmati sego gurih dan menenteng endog abang dengan bangga.

Thursday, January 3, 2013

Water World Pandawa


Hun ke Jogja... Itu artinya makan-makan dan jalan-jalan.. Hihihihihi Hun dah mirip pak Bondan presenter wisata kuliner yg suka bilang maknyus itu dech..
'Kita jalan kemana kali ini...?' Tanya Hun dari seberang telpun.
'Ya entar aja dech klu kamu dah sampai Jogja..' Jawab saya sebelum menutup telepon.

Pagi harinya, dari hasil voting disepakati jalan-jalan kali ini sekalian liburan sekolah dan akhir tahun adl berenang ke Pandawa waterbom Solo baru.
Kira-kira jarak tempuh dari jogja sekitar 2 jam.
Setelah persiapan selesai, akhirnya rombongan berangkat menuju kota tetangga Jogjakarta.

Saya duduk samping pak kusir,  Hun ..hehehehe. Ibu dan bapak dikursi tengah sementara Gallo, Nadjwa dan Farah teman gallo duduk dijok belakang.
Bekal makanan dan minuman sudah langsung berhamburan pindah ke perut begitu mobil memasuki wilayah kalasan, ya kira-kira baru 30 menit perjalanan, hohohoho.

Riuh rendah gurauan membuat suasana perjalanan piknik acap kali Hun berkunjung ke Jogja ini begitu saya rindukan.
'Nanti sampai klaten mampir beli serabi ya mas..' Pinta ibu.
'Nggih bu...siaapphhh ..' Jawab Hun.
Hhmmm serabi solo memang enak, manis gurih dan bermacam rasanya. Tapi saya tetap cuma menyukai yang rasa original, gurih santan dan manis gula.

Setelah mengantri lumayan lama, 3 dos besar serabi dan kue leker siap disantap disepanjang perjalanan. Jajanan lain peyek kacang dan rengginan keju. Hikss... Ayo mengunyah..dan mengunyah..:)

Tak terasa perjalanan 2 jam lebih akhirnya mengantar kami sampai di Solo baru.
Hujan deras sejak dari Delanggu menyisakan rintik ketika kami turun menuju lobby Pandawa waterbom.
Alhamdullilah antrian tidak panjang, dan karena musim liburan ada penawaran buy 1 get 2 buat pengguna kartu BCA baik debet ato kredit.
Setelah memasuki pintu cek barang bawaan dan tangan distempel anak-anak dah langsung menghambur ke ruang ganti dan 10 menit kemudian dah nyebur ke kolam renang dan jalan hilir mudik mencoba wahana air di Pandawa.

Saya dan Hun kebagian menjaga mereka bertiga terutama my little Nadjwa, berulang kali adeq harus puas menunggu kakaknya dan Farah yang meluncur dan teriak-teriak dari dalam BLACK HOLE.

‘Kenapa nggak ikut Nadjwa..? tanya Hun dari atas jembatan di ujung lorong black hole, pandangannya bergantian antara Nadjwa dan monyong black hole tempat Gallo bakal muncul dengan pelampung birunya.
Nadjwa menggeleng dan menjawab kalau belum berani mencoba wahana yang melingkar-lingkar berwarna hitam tertutup itu.

Saya melambaikan tangan dan Nadjwa teriak…’ mom.. sebentar lagi kakak keluar aku dengar jeritannya…’

Saya tertawa dan mengarahkan kamera … dan benar saja.... byurrrr.. kakak dan Farah muncul terlempar ke dalam kolam setelah meliuk-liuk menunggangi pelampung warna birunya.



 Satu per satu wahana mereka sambangi, jadilah saya dan Hun pengekor mereka. Terutama mengawasi Nadjwa, si kecil itu terlihat sering menunggu kedua seniornya krn ditinggal. Tentu sebabnya krn Nadjwa belum berani mencoba wahana yang ekstrim sementara kakak2nya dah keburu nyemplung.


3 jam bermain air ternyata membuat perut lapar. Hun berbisik ditelinga saya klu sudah beli bakso dan menyuruh anak-anak utk keluar dari air dan makan siang yg telat.
Hhmmm sedapnya... Lapar, kedinginan, disambut kuah bakso yang hangat dan sedap. Food court pandawa lumayan enak juga makanannya, dan bermacam jenisnya. Walaupun tentunya harganya agak mahal.

'Om.. Jadi ke mall yaa...?' Gallo mengingatkan janji Hun utk melanjutkan jalan-jalan setelah berenang.
Hun tersenyum dan mengangguk.
'Tapi jangan kesorean maen airnya..'Saya mengingatkan.
'Klu sudah maemnya, mandi aja.. Daripada pulangnya kemalaman..' Timpal eyang kakung.

'Emoohhh...aku masih mau main air kesana...' Telunjuk Nadjwa mengarah ke playground pool.
'Ayyooookkkk.....!!!' Gallo menarik tangan adiknya dan ketiganya berlarian sambil tertawa, meninggalkan kami para orang tua yang hanya bisa geleng-geleng kepala.