Tanggal 5 October 2014,
Kraton Jogjakarta kembali mengadakan grebegan yaitu upacara adat berupa sedekah
yang dilakukan pihak kraton kepada masyarakat berupa gunungan. Grebekan bulan ini
adalah Grebeg Besar yang diselenggarakan untuk merayakan Idul Adha.
Kraton Yogyakarta setiap
tahun mengadakan upacara grebeg sebanyak 3 kali, yaitu Grebeg Syawal pada saat
hari raya Idul Fitri, Grebeg Besar pada saat hari raya Idul Adha, dan Grebeg
Maulud atau sering disebut dengan Grebeg Sekaten pada peringatan Maulid Nabi
Muhammad.
|
Depan Pagelaran Kraton Ngayogyokarto |
Menilik sejarah, kata
“grebeg” berasal dari kata “gumrebeg” yang berarti riuh, ribut, dan ramai.
Tentu saja ini menggambarkan suasana grebeg yang memang ramai dan riuh.
Upacara Grebeg identik
dengan adanya Gunungan, yaitu berbagai makanan dan hasil bumi yang disusun
menyerupai gunung, sebagai simbol dari kemakmuran kraton Yogyakarta yang
nantinya akan dibagikan kepada rakyat. Dalam perayaan Grebeg, terdapat enam
jenis gunungan, masing-masing memiliki bentuk yang berbeda dan terdiri dari
jenis makanan yang berbeda pula.
Gunungan Dharat adalah
gunungan yang puncaknya berhamparkan kue besar dan di sekelilingnya ditancapi
kue ketan yang berbentuk lidah.
Gunungan Gepak merupakan gunungan yang terdiri
dari empat puluh buah keranjang yang berisi aneka ragam kue-kue kecil dengan
lima macam warna, yaitu merah, biru, kuning, hijau, dan hitam.
Gunungan Bromo
terdiri dari beraneka ragam kue-kue yang di bagian puncaknya diberi lubang,
sehingga tampak sebuah anglo berisi bara yang membakar kemenyan.
Gunungan
Lanang terdiri dari rangkaian kacang panjang, cabe merah, telur itik, dan
ketan. Di bagian puncaknya ditancapi kue dari tepung beras.
Gunungan Wadon
merupakan gunungan yang terdiri dari beraneka ragam kue-kue kecil dan juga kue
ketan.
Gunungan Pawuhan merupakan gunungan yang bentuknya mirip dengan gunungan
wadon, namun pada bagian puncaknya ditancapi bendera kecil berwarna putih.
Satu bulan sebelum
upacara Grebeg, di tempat yang bernama Magangan, abdi dalem kraton sudah mulai
mengerjakan keenam gunungan tersebut. Bahan-bahan diolah dan dimasak, kemudian
disusun membentuk miniatur gunung. Malam hari sebelum upacara Grebeg,
Gunungan-gunungan tersebut dibawa masuk ke dalam Kraton.
Pagi harinya, upacara
Grebeg dimulai dengan parade prajurit yang berangkat dari Pracimosono untuk
menjemput Gunungan. Momen ini menarik untuk diikuti karena bisa melihat secara
langsung prajurit kraton dengan atribut yang khas. Kraton Yogyakarta memiliki
sepuluh bregada atau kesatuan prajurit, yaitu :
1. Prajurit Wirobrojo,
Terdiri
4 perwira berpangkat panji, 8 bintara berpangkat sersan, 72 prajurit dan 2
orang pembawa duaja. Komandan pasukan ini berpangkat bupati. Pakaian yang
dikenakan: . Topi Centhung (berbentuk seperti kepompong), warna merah. Destar
(ikat kepala) berwarna wulung (ungu). Baju dalam lengan panjang berwarna putih,
Beskap baju luar, berwarna merah, Lonthong (ikat pinggang dalam) : kain
bermotif cinde dominasi warna merah, kamus (ikat pinggang luar) berwarna hitam,
Sayak (kain penutup dari pinggang sampai di atas lutut) berwarna putih, celana
Panji (celana yang mempunyai panjang sebatas lutut) berwarna merah. Kaos kaki
berwarna putih, sepatu fantopel warna hitam, Karena Prajurit ini berpakaian
serba merah maka lebih dikenal dengan nama Prajurit lombok abang.
Persenjataannya berupa bedil dan memakai keris dengan kerangka bermotif
branggah.
2. Prajurit Dhaheng,
Terdiri
4 perwira berpangkat panji, 8 bintara berpangkat sersan, 72 prajurit dan 1
orang pembawa duaja. Berseragam topi hitam pakai cundhuk, destar wulung, jas
putih setrip merah, Lonthong biru, kamus hitam, celana panjang setrip abang,
kaos kaki hitam,Sepatu fantopel. Persenjataannya berupa bedil dan memakai keris
dengan kerangka bermotif gayaman. Nama Bendera BAHMING SARI, Dasar putih, gambar
plentong warna merah berada di tengah. Nama musik Mares KANOKO, untuk berjalan
pelan dan digayakan. Sedangkan Mares UNDHAL-ANDHIL, untuk berjalan cepat.
3. Prajurit Patangpuluh,
Terdiri
4 perwira berpangkat panji, 8 bintara berpangkat sersan, 72 prajurit dan 1
orang pembawa bendera. Pakaian yang digunakan: topi pacul gowang, destar
wulung, sikepan lurik kemiri, rompi merah, Lonthong merah, kamus hitam. Celana
atas merah bawah putih, bengkap hitam kaos kaki hitam.. Sepatu fantopel hitam.
Senjata digunakan adalah bedil dan memakai keris branggah. Nama bendera:
COKROGORO, Dasar hitam, tengah bergambar bintang warna merah. Nama musik: Mares
GENDERO, untuk berjalan pelan dan digayakan, Mares BULU-BULU, untuk berjalan
cepat.
4. Prajurit Jogokaryo,
Terdiri
4 perwira berpangkat panji, 8 bintara berpangkat sersan, 72 prajurit dan 1
orang pembewa duaja. Topi hitam betuk tempelangan, seperti kapal terbalik.
Destar wulung, Rompi berwarna crem, beskap lurik lupat lapis merah, sayak
lurik, lonthong merah, Kamus hitam. Celana panji lurik, kaos kaki panjang,
sepatu pantopel hitam. Persenjataanya berupa bedil dan memakai keris branggah.
Nama bendera: PAPASAN. dasar hijau ditengah ada gambar plentong warna merah.
Nama musik: Mares SLANGGUNDER, digunakan untuk jalan pelan dengan digayakan,
sedangkan Mares TAMENGMADURO untuk berjalan cepat.
5. Prajurit Prawirotomo,
Terdiri
atas 4 perwira berpangkat panji, 4 bintara berpangkat sersan, 72 orang prajurit
dan seorang pembawa duaja. Pakaian yang dikenakan adalah topi hitam berbentuk
mete, destar wulung, beskap hitam, baju dalam merah. Sayak putih, lonthong
merah, kamus hitam, celana atas merah bawah putih. Bengkap hitam, kaos kaki
hitam. Sepatu fantopel hitam. Persenjataan yang dipakai berupa bedil dan keris
branggah. Nama bendera GENIROGO dasar hitam di tengah ada gambar plentong warna
merah. Nama musik Mares BALANG, berjalan pelan dengan digayakan, Mares
PANDHEBRUG, berjalan dengan cepat.
6. Prajurit Ketanggung,
Terdiri
atas 4 perwira berpangkat panji, 8 bintara berpangkat sersan, 72 prajurit dan 1
prajurit pembawa duaja. Berseragam jas terbuka, baju dalam putih, mengenakan
ikat kepala hitam, topi segi tiga, bersepatu lars panjang. Senjata yang
digunakan adalah bedil dengan bayonet terhunus dan keris dipinggang.
Nama
bendera: COKRO SEWANDONO, Dasar hitam, tengah bergambar bintang warna putih.
Nama musik: Mares BERGOLO MILIR untuk berjalan pelan dan digayakan, Mares
LINTRIK EMAS untuk berjalan cepat.
7. Prajurit Mantrijero,
Terdiri
atas 8 perwira berpangkat panji, 8 bintara berpangkat sersan, 64 prajurit dan
seorang membawa duaja. Komandan pasukan ini berpangkat bupati. Seragamnya jas
buka dengan kain lurik bergaris hitam putih, berbaju dalam putih, bercelana
putih, kaos kaki panjang putih dan bersepatu. Mengenakan ikat kepala warna
hitam dengan topi semacam songkok warna hitam. Persenjataannya berupa bedil.
Nama bendera PURNOMOSIDI, Dasar hitam, tengah bergambar plentong warna putih.
Nama musik Mares SLENGGANDIRI, untuk berjalan pelan dengan di gayakan dan Mares
PLANGKENAN (RESTOG), untuk berjalan cepat.
8. Prajurit Nyutro,
Terdiri
atas 8 perwira berpangkat panji, 8 bintara berpangkat sersan, 46 prajurit dan 2
orang pembawa duaja. Seragam yang dipakai berupa baju lengan pendek, celana dan
dodot atau kampuh kain dengan motif bango tulak, tutup kepala memakai udheng
gilig. Persenjataan yang digunakan berupa bedil dan tombak. Pada mulanya
kesatuan ini tidak memakai alas kaki dan mempunyai dua seragam yang berbeda
yang satu berwarna hitam yang satunya berwarna merah. Ada dua macam bendera
dalam parajurit Nyutra yaitu PODANG NGISEP SARI, dasar kuning, di tengah ada
gambar plentong berwarna merah dan PADMO SRI KRESNO, dasar kuning, di tengah
bergambar plentong warna merah.
Nama
musik: Mares MBAT-EMBAT PENJALIN, dengan iringan gamelan untuk memperagakan
tarian tayungan, Mares, TAMTOMO BALIK, berjalan pelan dengan digayakan dan
Mares SORENGPRANG untuk berjalan cepat.
9. Prajurit Bugis
Disebut
prajurit Bugis karena semula seluruh anggota kesatuan ini berasal dari suku
Bugis. Tugas kesatuan ini adalah mengawal seorang patih dan mengawal dalam
upacara-upacara garebeg dan lainnya. Seragamnya berupa jas tutup berwarna
hitam, celana panjang hitam, serta mengenakan ikat kepala kain hitam dan topi
hitam. Persenjataannya berupa tombak. Nama bendera WULANDADARI, dasar hitam, di
tengah bergambar plentong warna kuning. Nama musik Mares ENDROLOKO.
10.Prajurit Surokarso.
Terdiri
atas seorang perwira berpangkat penewu, 64 prajurit dan seorang membawa duaja.
Seragam berupa baju lengan panjang berwarna putih dengan celana panjang dan
kain bermotif gebyar. Memakai ikat kepala teleng kewengen (kain berwarna hitam
ditengah putih dan ditepinya bergaris-garis putih). Persenjataannya berupa
tombak. Prajurit Surokarso bertugas mengawal putra mahkota, dewasa ini bertugas
sebagai pengawal kehormatan sesajian gunungan pada upacara garebeg. Nama
bendera PAREANOM, dasar hijau, tengah gambar plentong warna kuning. Nama musik
Mares PLANGKENAN
Prajurit-prajurit ini
dipimpin oleh seorang panglima yang disebut Manggala Yudha. Prajurit ini
mengawal gunungan yang diusung dari kraton Yogyakarta menuju Masjid Besar,
Kepatihan, dan Puro Pakualaman. Di sana, gunungan tersebut dibagikan kepada
rakyat.
Antusiasme masyarakat
terhadap upacara ini cukup besar. Terbukti, satu hari sebelum upacara, mereka
sudah mulai berdatangan dalam kelompok kecil maupun besar. Tidak hanya warga
Yogyakarta, namun banyak yang berasal dari luar kota seperti Magelang,
Temanggung, Wonosobo dan sekitarnya. Sebagian mereka percaya bahwa
pernik-pernik yang terdapat di gunungan akan memberikan berkah, sehingga mereka
berharap bisa mendapatkan bagian kecil dari gunungan tersebut. Keyakinan
seperti itu membuat masyarakat rela menunggu hingga dalam waktu lama untuk
dapat ikut memperebutkan gunungan. Mereka rela berdesakan bahkan dengan resiko
terinjak-injak atau jatuh asal berhasil memperoleh bagian dari gunungan tersebut.
Foto : pribadi
Berita : berbagai sumber