‘ mom, ingat nggak kemarin kita disuruh bapaknya tempat kita mampir makan sate untuk ambil jalan lurus dan gak belok kanan sebelum masuk Pacitan..? tanya Hun sambil menyodorkan sebotol minuman dingin ke saya.
“ heemmm… “ saya mengangguk sambil meneguk minuman rasa apel yang segar.
‘nah skrg kita ambil jalan yang belok itu untuk ke gua gong.. jadi arahnya memutar..’ Hun meneruskan ucapannya sambil menatap wajah saya serius.
‘ weehhhh…. 22 km dong ‘ jawab saya. Hun tetap menatap saya serius tanpa berkata ‘ apaan seeh…?’ saya curiga dengan model tatapannya. Saya melotot jengah.
‘ mommy cantik….’ jawab Hun dengan wajah tetap serius sambil menahan tawa.
‘ aaarrrggghhhhh…. ‘ saya mencubit lengan Hun keras-keras.
Tiba-tiba terdengar suara ‘ eehhh…ehhhh… gak boleh pacaran…!!! terdengar seruan Gallo dari arah belakang, membuyarkan candaan kami, ternyata anak-anak sudah kembali dari toilet SPBU tempat kami berhenti mengisi bensin.
Hihihihi ketahuan ‘pacaran’ sama ibu dan anak-anak dech… J
Perjalanan kembali kami lanjutkan ke Gua Gong, gua yang terletak sekitar 30 km sebelah barat Pacitan ini menjadi tujuan kedua setelah Pantai Teleng Ria.
Sepanjang berjalanan saya berdoa moga-moga perjalanan ke gua Gong worth it dechh… lantaran perjalanan yang lumayan jauh.
Alhamdullilah setelah lagi-lagi melalui jalan berliku dan turun naik gunung sampailah kami ke Gua Gong.
Setelah parkir dan beli tiket masuk, perjalanan masih dilanjut menaiki tangga-tangga lumayan banyak menuju mulut Gua.
Sepanjang anak tangga banyak penjual souvenir dan makanan yang berjejer rapi dikiri kanan tangga, selain itu dimulut gua yang tidak terlalu besar banyak yang menawarkan senter untuk disewa dengan harga Rp. 4.000.
Haq menyewa 1 senter krn infonya didalam gua cukup gelap.
Sejenak mata saya harus menyesuaikan tingkat ketajaman begitu mulai memasuki gua. Dan begitu terlihat jelas…. Saya melongo… Subhuhanallah indahnya penampakan didalam gua. Saya benar-benar tak henti berdecak kagum. Entah berapa ribu tahun dibutuhkan guna terbentuknya gua yang luar biasa indah ini.
Memasuki ruangan pertama yang tak seberapa besar suguhan pemandangan ornamen-ornamen nan indah yang berbentuk seperti sedotan/ straw yang memenuhi langit-langit gua sungguh mengagumkan. Mulai dari ruangan ini, gua dibagi menjadi 2 jalur yaitu jalur masuk dan keluar. Melewati sebuah celah sempit, kami masuk ke ruangan kedua. Di luar perkiraan, ruangan ini sangat besar dengan ratusan stalaktit dan stalagmit indah. Lampu-lampu telah dipasang di beberapa bagian, memberikan cahaya temaram yang semakin mempercantik gua.
Gua Gong dilengkapi dengan tangga dan pegangan besi sehingga kita aman berjalan turun, walaupun begitu mesti hati-hati karena licin. Bagaimanapun juga udara didalam gua lembab dan membuat kita banyak mengucurkan keringat. Lumayan untuk membakar kalori tubuh setelah tadi pagi banyak makan ikan dan es kelapa, hehehehehe.
Berjalan menembus lorong dengan stalaktit stalagmit yang berdiri dan menggantung kokoh seakan berada di dimensi yang berbeda. Flowstone-flowstone berbentuk gorden terlihat di beberapa tempat, menghiasi gua, menggelambir seperti gelombang kain nan mempesona. Sungguh mengagumkan bila membayangkan berapa ribu tahun yang dibutuhkan untuk membentuk formasi luar biasa ini.
Sebuah stalagmit raksasa menjadi batas dengan ruangan ketiga di ujung gua. Ornamen-ornamen kristal berwarna putih berkilauan menghiasi ruang yang dinamakan ruang kristal ini.
Kenapa disebut Gong karena ternyata ornamen-ornamen yang terhampar didalam gua akan mengeluarkan bunyi dengung cukup dengan mengetuk permukaannya.
Seorang pemandu sekaligus tukang foto yang mengikuti kami menunjukkan sebuah ornamen yang menggantung bila diketuk akan mengeluarkan bunyi nyaring nan indah. Dan itu dibuktikan oleh jari-jari tangan Gallo.
Setelah mengambil foto dibeberapa sudut gua yang indah kami meneruskan langkah menuju pintu keluar.
Hhhmmmm semilir angin menyambut tubuh kami yang basah kuyup berkeringat.
‘capek mom…?’ tanya Hun lembut sambil mengusap keringat didahi saya.
‘lumayan… sauna hun..’ sahut saya sambil menenggak minuman botol bergantian dengan Gallo dan Nadjwa.
‘pengen mandi ya..? Hun balik tanya.
Gallo mengangguk cepat.
‘nanti kena ubur-ubur…!!’ Nadjwa galak memperingatkan.
Hun tertawa geli melihat keseriusan peringatan Nadjwa. Direngkuhnya anak bungsu saya dengan sayang.
‘tadi gak nyebur dipantai karena ada ubur-ubur ya..?
Nadjwa mengangguk serius.
‘moga-moga dipantai Klayar nggak ada ubur-ubur ya sayang… biar bisa nyemplung..’ ucap Hun diiringi anggukan kepala Nadjwa.
‘ayo segera berangkat, biar gak terlalu sore pulangnya…’ ibu segera beranjak menuruni anak tangga menuju arah luar obyek wisata Gua Gong.
Perjalanan masih berlanjut ke satu tujuan lagi, pantai Klayar.