Pembangunan rumah cempaka dimulai
pertengahan tahun 2013 lalu. Saya memutuskan untuk menjual rumah di Mino sejak
berpisah dengan Wie tahun 2011. Setelah melalui proses tawar menawar beberapa calon ,akhirnya saya
mendapatkan pembeli yang sangat serius menyukai rumah Mino, tak membutuhkan
waktu lama akhirnya kepemilikan rumah sudah berpindah tangan.
Banyak perubahan yang harus saya lakukan dalam hidup saya dan
anak-anak. Keputusan untuk menjual rumah salah satunya, bukanlah keputusan
mudah.
Bisa membuat rumah dan memiliki rumah dengan bangunan yg indah dan
tanah yang luas adalah prestasi baik saya dan Wie. Lantas kemudian
melepaskannya dengan sejuta kenangan didalamnya adalah kesedihan yang luar
biasa bagi kami, terutama anak-anak.
Mereka lahir dan tumbuh besar bersama Omah Ijo .
Tapi semua kesedihan dan keterpurukan harus cepat dihilangkan. Saya
tidak mau larut dalam linangan air mata. Dikelilingi oleh orang-orang terdekat
yang selalu mengasihi dan memberi saya support untuk bangkit membuat saya tetap
mampu berdiri, menegakkan kepala dan melangkah ke depan.
Keputusan membangun kembali rumah Cempaka, yaitu rumah bapak dan ibu
adalah keputusan seluruh keluarga, orang tua dan ketiga anaknya yaitu saya dan
adik-adik. Pertimbangannya adalah saya ingin memberikan tempat tinggal yang
lebih bagus untuk mereka, selain itu saya ingin pulang sambil membawa anak-anak
untuk tinggal dengan orang tua. Selama saya menjalani proses sendiri, bapak dan
ibu ikut montang manting merawat anak-anak dan rumah saya. Saya membutuhkan
bantuan mereka. Maka alangkah lebih mudah bila saya tinggal satu rumah.
Selama rumah dibangun saya tidak banyak terlibat karena pekerjaan
saya borongkan. Saya hanya menengok seminggu sekali untuk melihat tahap
pengerjaan rumah sesuai dengan waktu yang ditentukan. Prosentase pengerjaan
menentukan termin permbayaran.
Saya baru banyak terlibat ketika memasuki tahap finishing, pasang
keramik, pasang lampu-lampu, pernak pernik kamar mandi dan pilihan cat untuk
interior dan eksterior.
Proses pembangunan rumah saya targetkan maksimal 8 bulan. Dan
Alhamdullilah rumah selesai tepat waktu, bahkan awal bulan Februari 2014 saya
dan keluarga sudah bisa pindah walaupun belum selesai 100 %, pagar dan warung
kelontong untuk ibu berjualan masih tahap dirampungkan.
Sekarang setelah memasuki satu tahun tinggal dirumah baru, sedikit
demi sedikit kehidupan mulai tertata kembali, anak-anak sudah nyaman menempati
rumah baru walapun tidak seluas Omah Ijo, area putar-putar Nadjwa dengan
vboardnya jadi lebih terbatas , selain itu saya juga tidak bisa lagi badminton
didalam rumah dengan Hun. Hehehehe..
Hun, laki-laki baik dan penuh tanggung jawab yang saya kenal setelah
saya berstatus sendiri. Hampir 3 tahun saya mengenalnya, dia yang terus
mendampingi saya saat berada dalam keterpurukan. Cinta dan kesabarannya terus
menguatkan saya untuk kembali bangkit dari permasalahan rumah tangga saya terdahulu.
Kembali tentang rumah, saya dan anak-anak menempati lantai 2,
terwujud juga keinginan anak-anak untuk punya rumah tingkat. Bapak ibu dan
Ruben keponakan saya menempati lantai dasar.
Lebaran tahun lalu 2014, adalah lebaran yang lebih ramai dari
tahun-tahun sebelumnya, banyak saudara datang untuk bersilaturahmi dan
sekaligus melihat rumah baru bapak dan ibu. Senang sekali rasanya berkumpul
dengan banyak saudara, terlebih ketika mereka memuji… rumahnya enak… adeeemmmm…..
J where we love is home - home that our feet
may leave, but not our hearts.