.... hadewwww.. pagi-pagi dah dihujani air mata. hiks.. trenyuh juga liat adik and kakak tangis-tangisan sambil memeluk si imot bayi kucing yg blom genap seminggu lahir.
Kasihan ngeliat kondisi Imot.. nafasnya megap-megap, tangan dan kakinya dingin. 'dipeluk deq.. kasih kain yg banyak dipeluk didada..' dengan masih sesenggukan Nadjwa menuruti perintahku.
'... Imot mau mati ya mom...?' Kakak berurai air mata meminta jawabanku. Aku tersenyum, ku elus rambut kakak dan adik, ' Imot khan kucing hebat... gak gampang mati.. liat saja dia sdh beberapa hari ditinggal ibunya gak diurus digerobak rumah bu Walijan tapi tetep hidup..." jawabku mencoba menenangkan mereka.
Tangisan kakak tambah meraung-raung. ' coba dibuatkan susu hangat lagi kak.. diminumi dikit-dikit...' aku coba lagi menghentikan tangisnya.
Gallo buru-buru ke dapur dgn senggukan tangis.
Aku tersenyum dalam hati, aku bangga dengan anak-anak. Rasa sayang dan peduli mereka akan hidup makhluk lain membuat mereka mau berepot-repot merawat seekor anak kucing yg terbengkalai di jalan. Sekecil Imot, aku sendiri ragu bakal bisa bertahan hidup. Minul, induknya Imot entah kenapa begitu tega meninggalkan bayinya. Imot yg lemah dan blom terbuka matanya harus berjuang hidup sendiri.
Sore itu dengan tergopoh-gopoh Nadjwa menggenggam kucng itu dan minta ijin aku untuk merawatnya. " bener mau merawat, bayi sekecil itu harus sering disuapi lho.." Nadjwa mengangguk serius. " kalau malam hari gimana..?" Nadjwa tetep keukeh merawat anak kucing terbuang itu.
Ternyata anak-anak begitu telaten merawat Imot, membuatkan susu, menyuapi tiap Imot merengek dan mengeong dengan nyaring, bahkan malam hari ketika Imot yg diletakkan didalam kardus sepatu barbie menjerit, Gallo dan Nadjwa langsung melompat dari tempat tidur dan menyuapi Imot.
Tengah malam aku dibuat haru melihat kakak adik merawat seekor kucing disela kantuk mereka.
Sayang kondisi Imot makin lemah, pagi itu hari ke-5 Imot tak lagi mampu mengangkat kepalanya. Mulutnya terus menerus menganga, tapi suara yg keluar dan mulutnya sungguh lucu, lengkingnya halus dan bernada seperti menjawab tiap kali diajak bicara Nadjwa dan Gallo.
Dan sungguh mengharukan ketika siang harinya Nadjwa menelephone HPku dengan tangisan, batinku sdh mengira Imot pasti mati.
"mommy, tadi aku pulang sekolah, Imot masih hidup. Aku elus-elus kepalanya tangannya gerak-gerak terus seperti melambai. Trus dia mengeong-ngeong.. trus narik nafas.. trus mati ...huhuhuhuhuhuh..." tangisan Nadjwa pecah lagi.
Aku sedih, terharu, padahal walau tipis harapan aku ingin Imot mampu bertahan hidup. Menemani anak-anak sahur dan buka puasa dibulan ramadhan ini. Melihat perhatian dan tanggung jawab mereka merawat Imot aku sungguh senang dan bangga.
Sore itu, kami bertiga mengubur Imot dibawah pohon mangga. Anak-anak menghias pusara kucing kecil berbulu putih totol hitam dengan bunga-bunga dari kebun. "Selamat jalan Imot... semoga kamu masuk surga.." bisik Nadjwa lirih.
Kasihan ngeliat kondisi Imot.. nafasnya megap-megap, tangan dan kakinya dingin. 'dipeluk deq.. kasih kain yg banyak dipeluk didada..' dengan masih sesenggukan Nadjwa menuruti perintahku.
'... Imot mau mati ya mom...?' Kakak berurai air mata meminta jawabanku. Aku tersenyum, ku elus rambut kakak dan adik, ' Imot khan kucing hebat... gak gampang mati.. liat saja dia sdh beberapa hari ditinggal ibunya gak diurus digerobak rumah bu Walijan tapi tetep hidup..." jawabku mencoba menenangkan mereka.
Tangisan kakak tambah meraung-raung. ' coba dibuatkan susu hangat lagi kak.. diminumi dikit-dikit...' aku coba lagi menghentikan tangisnya.
Gallo buru-buru ke dapur dgn senggukan tangis.
Aku tersenyum dalam hati, aku bangga dengan anak-anak. Rasa sayang dan peduli mereka akan hidup makhluk lain membuat mereka mau berepot-repot merawat seekor anak kucing yg terbengkalai di jalan. Sekecil Imot, aku sendiri ragu bakal bisa bertahan hidup. Minul, induknya Imot entah kenapa begitu tega meninggalkan bayinya. Imot yg lemah dan blom terbuka matanya harus berjuang hidup sendiri.
Sore itu dengan tergopoh-gopoh Nadjwa menggenggam kucng itu dan minta ijin aku untuk merawatnya. " bener mau merawat, bayi sekecil itu harus sering disuapi lho.." Nadjwa mengangguk serius. " kalau malam hari gimana..?" Nadjwa tetep keukeh merawat anak kucing terbuang itu.
Ternyata anak-anak begitu telaten merawat Imot, membuatkan susu, menyuapi tiap Imot merengek dan mengeong dengan nyaring, bahkan malam hari ketika Imot yg diletakkan didalam kardus sepatu barbie menjerit, Gallo dan Nadjwa langsung melompat dari tempat tidur dan menyuapi Imot.
Tengah malam aku dibuat haru melihat kakak adik merawat seekor kucing disela kantuk mereka.
Sayang kondisi Imot makin lemah, pagi itu hari ke-5 Imot tak lagi mampu mengangkat kepalanya. Mulutnya terus menerus menganga, tapi suara yg keluar dan mulutnya sungguh lucu, lengkingnya halus dan bernada seperti menjawab tiap kali diajak bicara Nadjwa dan Gallo.
Dan sungguh mengharukan ketika siang harinya Nadjwa menelephone HPku dengan tangisan, batinku sdh mengira Imot pasti mati.
"mommy, tadi aku pulang sekolah, Imot masih hidup. Aku elus-elus kepalanya tangannya gerak-gerak terus seperti melambai. Trus dia mengeong-ngeong.. trus narik nafas.. trus mati ...huhuhuhuhuhuh..." tangisan Nadjwa pecah lagi.
Aku sedih, terharu, padahal walau tipis harapan aku ingin Imot mampu bertahan hidup. Menemani anak-anak sahur dan buka puasa dibulan ramadhan ini. Melihat perhatian dan tanggung jawab mereka merawat Imot aku sungguh senang dan bangga.
Sore itu, kami bertiga mengubur Imot dibawah pohon mangga. Anak-anak menghias pusara kucing kecil berbulu putih totol hitam dengan bunga-bunga dari kebun. "Selamat jalan Imot... semoga kamu masuk surga.." bisik Nadjwa lirih.
=== end ===