Monday, June 9, 2008

P L A Y G R O U N D ed

Makan ke restorant cepat saji atau resto lainnnya , bagi Gallo dan Nadjwa hanya sampingan. Tujuan utama adalah arena bermainnya..!! Apalagi yang ada trampolinnya seperti tempat makan di dekat Jl. Malioboro… dan kolam mandi bola di Jl. Urip Sumoharjo.
Makan mereka cuma dikit main-mainnya yang banyak, akhirnya makanan malah dibawa pulang dan disuapi di mobil.
Bikin mommy papi sewot…
Tapi itu dulu… saat masih kecilllll… :-D

Sekarang mereka berdua sudah janji. Baru bermain sepuasnya setelah selesai makan.
Selain itu mereka berdua sadar se sadar-sadarnya bahwa arena bermain memuat aturan batas umur dan berat badan.
“ wah, aku nggak boleh masuk nich…” ucap Gallo kecewa ketika membaca aturan batas masuk arena bermain hingga umur 7 th atau dengan berat badan max 25 kg.


Nah .. berikut tips aman bermain untuk balita
Bermain di sarana bermain umum tentu harus kita waspadai kebersihan tempatnya.
Jangan pernah memilih arena bermain yang sarananya sudah dipenuhi debu dan ditumbuhi jamur, lumut, apalagi sampai menimbulkan bau tak sedap.
”Sebagai konsumen, kita berhak bertanya kepada pihak pengelola mengenai sistem perawatan arena bermain tersebut.”
Idealnya, setelah sekian jam digunakan atau dimanfaatkan oleh sejumlah anak, setiap mainan harus dibersihkan. Bahkan untuk meminimalkan peluang penularan penyakit tertentu, mainan juga harus dibersihkan secara berkala menggunakan bahan pembersih yang bisa membunuh jamur, bakteri, dan kuman.


Perhatikan Keamanan
Pastikan keamanan setiap lekuk dan sudut sarana di tempat bermain yang akan digunakan dapat diandalkan. Jika kira-kira membahayakan, lebih baik urungkan saja niat mengajak main balita di tempat tersebut. Begitu juga materi yang mendominasi arena bermain itu. Amati aspek lunak-kerasnya, licin atau tidak dan tajam atau tidak semua benda yang ada. Termasuk aman tidaknya cat yang digunakan.

Mengapa hal-hal kecil tadi perlu diperhatikan baik-baik?
Tak lain karena pengalaman tidak enak kala anak terbentur atau terluka akan jauh lebih ”dirasa” daripada manfaat permainan itu sendiri. Sayang sekali ‘kan, kalau karena pernah cedera anak jadi tak mau mencoba permainan ini-itu atau tidak lagi terangsang melakukan berbagai eksplorasi hingga potensi/kemampuan anak jadi tidak terasah.


Kolam mandi bola, contohnya, untuk anak batita idealnya harus dipisahkan dari kolam serupa untuk anak prasekolah. Mengapa? Sebagian batita, terutama batita awal usia 1-2 tahun, masih berada di fase oral. Inilah yang membuat mereka seringkali memasukkan bola-bola tersebut ke dalam mulutnya.

Pertimbangan lain, perkembangan motorik membuat anak prasekolah cenderung ”rusuh” dengan melompat dan meloncat atau terjun bebas tanpa memperhatikan ada atau tidak orang lain yang mungkin bakal celaka dengan ulahnya. Di sinilah pentingnya orang tua menyeleksi arena bermain seperti apa yang dianggapnya layak.


Cermati Aspek Kesesuaian
Pilihlah sarana bermain yang merangsang pergerakan otot batita, baik otot-otot kaki, tangan, maupun seluruh bagian tubuhnya. Jangan lupa perhatikan juga kesesuaian bentuk, ukuran, dan tingkat kesulitan masing-masing permainan tersebut. Balok keseimbangan, contohnya, pilihkan yang baloknya relatif lebar dan goyangannya tidak menghentak-hentak. Sedangkan untuk perosotan idealnya dilengkapi dengan matras atau ”bantalan” pasir yang bisa meredam benturan saat anak mendarat. Lalu untuk permainan gorong-gorong, pilihkan yang jalan keluarnya langsung bisa ditemukan anak dengan panjang yang terjangkau.

Kuota/Kapasitas
Tinggalkan arena bermain yang sudah penuh sesak. Dalam kondisi semacam itu jangan harap anak bisa memetik manfaat dari aktivitas bermainnya.
Begitu juga jika melihat antrian yang amat panjang hingga harus menunggu cukup lama untuk mendapat giliran. Bisa-bisa si batita bete duluan sebelum bermain. Padahal salah satu unsur penting bagi anak batita adalah pengalaman yang menyenangkan. Nah, kalau dia sampai terlalu lama menunggu, kalah berebut kesempatan dengan anak yang lebih besar, tentu saja permainan tersebut akan menjadi pengalaman tidak menyenangkan buat si batita. Meski di usia ini anak juga harus mulai diperkenalkan pada konsep berbagi, tapi tentu bukan dengan cara-cara seperti ini.


Kualitas SDM
Yang dimaksudkan di sini adalah kualitas petugas atau kakak-kakak pendamping yang ada di lokasi arena bermain. Ini sangat perlu mengingat mereka harus menjaga, membimbing, dan mengarahkan anak bagaimana harusnya bermain dengan baik dan benar. Jika semua aturan main bisa dipatuhi, bukan cuma keselamatan dan kenyamanan bermain yang didapat anak, tapi juga manfaat lain. Semisal, ”O…begini toh caranya menjaga keseimbangan di jalan yang licin.”
Atau, ”Supaya bonekanya enggak gampang hancur, aku mesti mencampur tepung ini dengan air.”

Tentu saja agar bisa memainkan perannya sebagai pendamping, jumlah SDM yang bertugas harus sesuai dengan kapasitas arena permainan itu sendiri.
Jangan sampai satu penjaga harus mengawasi 10 anak yang sedang asyik bermain, contohnya.

sumber : berbagai sumber