Wednesday, May 7, 2008

Memberi Uang Jajan? Kenapa tidak..????

Bila ditanya berapa jumlah uang jajan pertama kali yang kita terima sewaktu sekolah, masih ingatkah? Saya ingat sejak SD sudah diajari Ibu untuk bisa me’manage’ uang jajan dan uang sekolah sendiri. Karena saya ikut Nenek sementara Orang tua saya tinggal di kota lain. Setiap akhir minggu saya harus membuat laporan berapa uang yang telah saya habiskan, dipergunakan untuk apa saja dan berapa sisanya. Kalau ada sisa, uang tersebut harus ditabung.

Saya sempat ‘kelabakan’ ketika Galo masih duduk di kelas I SD terlalu banyak jajan, baik di rumah atau sekolah. Papanya ‘agak memanjakan’ untuk urusan jajan makanan, setiap pulang sekolah pasti mampir disebuah mini market dekat sekolah.

Di rumah, Galo masih minta uang jajan. Kalau tidak saya beri bibirnya pasti manyun 7 cm “… mah… seribu aja..”. rayunya memelas.

Saya mulai berpikir untuk memberinya ‘uang belanja’ mingguan. Tujuan saya untuk membuatnya disiplin, bahwa uang jajan yang dia punya harus dialokasikan selama satu minggu dan sisanya akan ditabung.

Walaupun tidak disangkal, pasti kita mempunyai kekuatiran akan ‘penyalahgunaan uang jajan’ . Sebenarnya, ketika kita mulai memberikan anak uang saku, ia akan mulai mempelajari pelajaran berharga mengenai bagaimana menggunakan uang dengan bijaksana.

Akhirnya saya memutuskan untuk memberi Galo uang saku dan menjelaskan bagaimana menggunakan uang, bagaimana ia sebaiknya membelanjakan uang, dan resiko kalau terlau banyak belanja, dan berapa banyak sebaiknya ditabung.

Papanya tersenyum nyengir… “ .. ah.. kasihan Galo, jajan saja pake mikir.. emang kenapa sih Mah kalau dikasih saja, paling dia cuma jajan es cream.. “.

Aku maklum, Papanya anak-anak memang memanjakan untuk urusan jajan.

“.. Nggak ah.. Galo harus belajar ngirit.. kalau dimanja jajan terus nggak baik..” kilahku.

Lebih baik sejak awal kita mengajarkan anak untuk tidak konsumtif, aku juga menekankan untuk ‘harus’ menabung, walaupun sedikit tapi kita sudah mengajarkan memprioritaskan dan merencanakan mesa depan.

Aku sangat senang dengan antusiasme Galo menerima uang saku mingguannya, Galo minta dibelikan dompet warna pink dan sebuah celengan.

“ aku sehari boleh jajan berapa Mah..?” Galo bergelanyut manja dilenganku ketika aku mengulurkan uang Rp. 20.000 ke tangannya.

“ dua ribu boleh.. “

Mulutnya yang kecil komat-kamit.

“ masih sisa tujuh ribu khan Mah..” matanya berbinar

“ Iya.. tapi…”.

“ Harus ditabung…” sahutnya kencang.

“.. dan nggak boleh minta uang sama Papa ya…” kerlingku ke arah Papanya.

Papanya tersenyum simpul.

“ .. emang aku nggak boleh memberikan uang atau membelikan jajanan untuk anakku..” celetuk Papanya ketika Galo berlalu dari hadapan kami.

“ Boleh.., tapi kalau Mama sedang mengajarkan dia untuk belajar tidak boros dan juga menabung trus Papa tetap tiap hari menuruti permintaan jajan ya.. mubazir dong Pah..”

“ Jangan terlalu memanjakan to..” lanjutku

“ Aku teringat masa kecil.. paling suka ketika Bapak memboncengkan aku naik vespa trus berhenti diwarung, aku dibelikan jajanan apa saja yang aku minta..” kenang Papanya Galo.

Aku tersenyum, kenangan manis yang ingin diterapkan juga ke anak-anaknya sekarang !.

“ bukannya ini satu strategi lagi untuk mengambil hati anak-anak.. kalau Papa tuch baik, boleh jajan makanan sesukanya sementara Mama tuch pelit..” ledekku..

Papanya Galo segera pergi menjauh sebelum cubitan-cubitan kerasku mendarat di pinggangnya.

Seminggu berlalu sejak aku memberi Galo uang saku, hari minggu sore tergopoh-gopoh Galo menyusulku di taman belakang.

“ Mah.. uangku masih dua belas ribu..” jeritnya kegirangan.

Wow… aku surprize mendengar laporan anakku. Bagaimana tidak seminggu yang lalu dia bisa menghabiskan uang minimal tiga puluh lima ribu untuk jajan dan sekarang hanya delapan ribu.

“ Wah.. pintarnya anak Mama.. jajannya kok sedikit ya.. kenapa ?” tanyaku menyelidik.

“ Eman.. eman Mah.. mau tak tabung.. Aku suka e Mah.. punya uang sendiri..”

O..o..oo… Jadi inikah dampaknya.. ternyata anak-anakpun punya sifat ‘eman’ (sayang) dan ‘handarbeni’ (memiliki). Aku sangat senang dengan antusiasme Galo, walaupun demikian aku tetap menunggu ‘great result’ minggu-minggu mendatang, semoga tetap konsisten..

Ketika aku menceritakan hasil ‘pembelajaranku’ tentang uang saku ke Papanya Galo, sang Papa manggut-manggut senang. “ Bagus juga..”.

“ Tapi Papa nggak membelikan jajanan sepulang sekolah khan..? tanyaku menyelidik.

“ Ya.. kadang-kadang Mah.. sudak nggak tiap hari kok. Galo juga tahu dan nggak berani minta jajan sering-sering karena dilarang Mama “.

Aku tersenyum senang.

Ketika sebulan kemudian Galo menyerahkan uang empat puluh ribu, aku benar-benar terharu. Aku peluk dan ku cium pipinya yang montok.

“ Mah.. sudah cukup untuk beli Barbie..? “ matanya berkilat senang.

Aku tersenyum.

“ Cukup Lo.. nanti Papa belikan..” sahut Papanya cepat.

“ Hore… barbie-ku tambah lagi..”. serunya sambil meloncat senang.

“ yeeeee… nggak tega ya..” bisikku ke Papanya Galo.

“ Galo masih kecil Mah.. Kasihan..” ucap Papanya pelan.

Ya sudah.. aku memang tidak boleh terlalu memaksa, pelan-pelan saja..

Galo sudah tahu dan paham tentang pentingnya tidak boros dan menabung, dengan uang hasil jerih payahnya untuk tidak menghabiskan uang jajan dia bisa membeli boneka kesayangannya Jadi, “ anak disiplin berasal dari ibu bijaksana “ pepatah ini benar adanya… semoga…